Selasa, 08 Oktober 2013

Sosiologi


Mudik Bagian dari Suatu Kebiasaan

Mudik? Kata ini terdengar begitu tidak asing di telinga masyarakat. Mudik merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan ketika mendekati hari raya idul fitri. Kata mudik sendiri memiliki makna bahwa kepulangan orang kota ke desa. Mudik biasanya dilakukan oleh orang desa yang merantau ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Dari segi pendidikan, pekerjaan, perbaikan ekonomi serta memanfaatkan teknologi yang terlebih dahulu berkembang di area perkotaan. Dengan begitu orang desa pun dapat merasakan bagaimana berbagai falisitas hidup yang sudah tersedia di kota.

Mudik biasanya dilakukan H- (sebelum hari H) menjelang lebaran tiba. Orang-orang berbondong-bondong agar dapat melaksanakan mudik lebaran terutama bersama sanak saudara. Dari mulai mengerjakan pekerjaan secara terburu-buru maupun dalam hal lainnya agar mereka dapat mudik ke kampung halaman. Mereka bekerja sepanjang hari demi mendapatkan penghasilan sesuai dengan usaha yang telah dikorbankan yang nantinya akan di gunakan untuk mudik lebaran di kampung halaman masing-masing. Pengorbanan yang mereka sisihkan demi mendapat kelayakan hidup yang lebih baik akan berdampak positif dalam masalah perekonomian yang mereka hadapi.

Mudik telah di kenal sejak lama, bahkan bagaikan sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Hal ini seperti suatu kebiasaan yang memiliki hukum wajib. Yang mana jika tidak mudik, maka mendapat ‘dosa’. Dosa di sini yaitu perasaan yang kurang afdol jika tidak menjalankannya. Kebanyakan dari mereka melakukan kegiatan mudik untuk dapat bersilahturahmi dengan sanak saudara mereka. Dengan mudik, kesempatan untuk bertemu dan bercengkrama dengan keluarga dan kerabat semakin luas. Hal ini dapat meningkatkan taraf kabahagiaan yang lebih. Karena adanya kebahagiaan tersendiri ketika pulang dari perantauan membawa suatu kelayakan yang mana dapat membangun keadaan di pedesaan agar semakin kondusif bagi penghuninya bahkan sampai merubah sistem perekonomian yang telah ada sebelumnya.

Mudik terkadang memunculkan pro dan kontra antara sebagian masyarakat. Jika kita telisik kembali, mudik memiliki arti pulang atau kembali ke tempat asal dari tempat perantauan. Dari segi negatif, mudik menimbulkan banyak bencana, dari mulai tingkat kriminalitas yang meningkat, kecelakaan di jalan raya karena maraknya penggunaan kendaraan yang simpang siur di jalan raya. Hal ini menyebabkan ruang gerak pengguna alat transportasi menjadi terganggu , sehingga memunculkan berbagai jenis kericuhan dalam berbagai bentuk yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan para pemudik maupun pengguna jalan raya lainnya.

Ada pun pandangan dari segi positif, yaitu dengan melaksanakan mudik, rasa rindu terhadap sanak saudara terobati setelah sekian lama tidak bertemu karena terbentang jarak, dapat menyambung tali silahturahmi antar masyarakat. Selain itu, bagi para pemudik sendiri akan merasakan suatu hal yang berbeda ketika menjalankan mudik. Hal tersebut dapat memicu kebahagiaan tersendiri yang muncul bagi para pemudik, terasa adanya sensasi yang berbeda. Ada pun kebahagiaan tersebut dapat meningkatkan sikap toleransi, sehingga tumbuhlah rasa keterikatan kekeluargaan yang semakin erat.

Tidak sedikit orang-orang yang merindukan saat-saat mudik. Bagi sebagian orang, mudik merupakan ajang silahturahmi yang sangat tepat. Padahal jika kita teliti kembali, mudik dapat di lakukan kapan saja ketika kita mendapat hari libur atau cuti bukan? Lantas, mengapa kebanyakan masyarakat Indonesia khususnya, lebih mengaplikasikan momen mudik ialah ketika menjelang lebaran. Sebagian masyarakat menganggap mudik merupakan momentum yang hanya dapat dilakukan setahun sekali, bahkan mudik memiliki sensasi tersendiri bagi para pemudik.

Tampaknya kebudayaan mudik yang sampai saat ini masih berlangsung secara rutin, mendatangkan penambahan kas bagi negara. Bagaimana tidak, ketika satu pemudik dengan pemudik lainnya menggunakan alat transportasi secara serempak, biaya yang dikeluarkan pemudik akan bertambah mahal. Dikarenakan biaya bahan bakar minyak (BBM) yang semakin meningkat, mau tidak mau para pemudik merelakan merogoh kocek lebih, Agar mereka dapat mudik bersama keluarga mereka. Dalam hal ini, pemerintah juga berperan terhadap berbagai fasilitas yang akan digunakan bagi para pemudik. Agar terciptanya keselarasan antara pemudik dan pemerintah dalam mengambil peran.

Kesimpulannya, mudik merupakan bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang telah di kenal sejak dahulu, sehingga kebudayaan tersebut dilaksanakan secara turun-menurun, dari generasi ke generasi selanjutnya. Hal ini, dapat mempertahankan budaya silahturahmi yang ada di Indonesia. Dengan begitu masyarakat Indonesia mampu menjaga komunikasi yang baik antar masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Hal ini pula dapat mengurangi permasalahan antar masyarakat, karena telah terjalin komunikasi yang baik, sehingga memunculkan sikap toleransi yang tinggi pada lingkungan masyarakat.